Bab 237
Bab 237
Bab 237
Saat ini—
Mendadak Samara paham mengapa Laurens yang sudah bertobat, bisa menerobos sistem keamanan yang dipasang Javier.
Ternyata bantuan yang dimaksud Desi adalah mengancam Laurens dengan nyawa istrinya untuk meretas sistem keamanan itu, dan melacak informasinya.
Menakutkan!
Sangat menakutkan!
Tanpa sadar Samara mundur selangkah.
Awalnya Desi adalah korban, yang sangat membenci kekejaman Daniel, tetapi sekarang, demi mencapai tujuan, apa bedanya dia dengan Daniel yang pernah dibencinya itu?
Wanita cantik dan lemah lembut yang berdiri di depannya ini, kalau bukan gila, pasti sakit!
Jika dia menggunakan kata ‘mati‘ dan membuat Desi emosi, mungkin nyawanya dan Alexy akan habis di tangan wanita ini.
Alexy terseret dalam masalah ini karenanya, sehingga dia harus menyelamatkannya. Exclusive content © by Nô(v)el/Dr/ama.Org.
“Tabib, bagaimana keputusanmu?” Desi bertanya.
“Saya setuju untuk menyembuhkannya.”
“Bagus sekali!”
Perubahan ekspresi Desi sangat besar, detik sebelumnya masih ganas dan keji, detik berikutnya berubah menjadi seorang gadis yang polos dan lembut.
“Tabib, saya tahu keahlian medis mu sangat hebat, dan juga baik hati.”
Setelah menarik nafas dalam beberapa kali, Sama berkata datar: “Kondisinya sekarang tidak boleh minum obat, hanya boleh menghirup Dupa, melalui indera penciuman masuk ke dalam tubuh, lalu disertai Akupunktur dengan jarum meteor dan akan sembuh, bahan–bahan Dupa ini sangat penting, mengandung banyak sekali bahan baku obat yang sangat mahal harganya...”
Desi melambaikan tangannya, berkata tidak setuju: “Sebutkan saja bahan-bahan obat, seberapa mahal pun tidak masalah.”
“Baik.”
Samara mengambil kertas dan pena di atas meja kopi, lalu berpikir beberapa saat lamanya, dan menuliskan sebuah resep obat.
Bahan yang tertera di resep itu sebanyak 20 jenis lebih.
Di jenis obat ke 13, Samara menuliskan Buah Darah Naga.
Desi memanggil Pak Damar, pengurus rumahnya kemari, lalu Samara menyerahkan resep obat tersebut pada pria paruh baya itu.
Pak Damar menerima resep tersebut dan berkata hormat pada Desi: “Nyonya, jangan khawatir, saya akan mengumpulkan bahan–bahan di resep ini dalam kurun waktu satu hari.
“Pak Damar, terima kasih.” Desi tersenyum manis, “Secepatnya, Joseph Ku tidak perlu lagi terbaring di tempat yang dingin ini.”
“Nyonya, keinginanmu pasti akan terwujud.”
Samara mengerti perilaku Desi yang ekstrem, karena dia terlalu terpukul atas kematian Joseph. Tetapi sikap Pak Damar terhadap peti mati ini dan caranya berbicara pada Desi, sama sekali tidak terlihat bingung, seolah–olah sudah terbiasa.
Tanpa sadar hatinya berpikir, jangan–jangan Pak Damar juga diancam Desi dengan nyawa keluarganya?
Sehingga dia terpaksa ikut memainkan adegan ini dengan Desi?
Pak Damar merasakan tatapan menilai dari Samara, dan tersenyum sopan padanya.
“Tabib, bahan–bahan ini besok baru bisa terkumpul semuanya untukmu, malam ini Anda menginap dulu di sini, kamar dan pelayan sudah disediakan untuk Anda.”
“Terima kasih.”
Selesai berkata, Pak Damar keluar dari kamar tidur.
Samara melirik sebentar wajah Desi yang tersenyum cerah, dan mengumumkan syaratnya: “Saat melakukan penyembuhan, saya berharap bisa melihat temanku. Jika tidak bisa melihat temanku, saya tidak akan melakukan penyembuhan pada pasien.”
“Baik.”
Desi mengangguk kepalanya.
“Tabib, Anda istirahat dulu, saya masih ingin menemani Joseph di sini.”
“Setelah dia terbangun, saya akan meninggalkan keluarga Saputro, pulang ke kampung halamannya melihat lautan awan...”
Samara menatap wanita menyedihkan dan menakutkan ini, dalam hati menghela nafas beral, tidak dapat berkata-kata.
Kalau saat itu Desi melepaskan semua kebencian dan ikut Joseph meninggalkan keluarga Saputro, mungkinkah sekarang dia akan lebih bahagia?
Namun kebencian yang begitu dalam, mana mungkin dengan mudahnya dihapus?
Apa pun keputusan yang dipilih Desi, tetap akan salah, dan hasilnya tetap membuatnya menyesal.
Melihat Desi yang terpuruk dalam kesengsaraan, Samara merasa sulit bernafas, hati tidak bisa benar– benar membencinya.